PT Bank Central Asia Tbk (BCA)
memprediksi pertumbuhan kreditnya sebesar 18-20 persen pada tahun 2013. Angka
tersebut lebih kecil ketimbang realisasi tahun lalu yang mencapai 27 persen.
Jahja Setiaatmadja, Presiden
Direktur BCA, berujar, proyeksi kredit yang lebih rendah itu didasarkan pada
pertimbangan kondisi makro ekonomi Indonesia. Pertimbangan yang pertama adalah
adanya koreksi harga komoditas, seperti batu bara, CPO, dan karet. “Itu semua
menyebabkan pertumbuhan ekspor Indonesia itu di awal tahun ini agak turun, yang
tercermin dari trade balance (neraca perdagangan) yang negatif,” terang
Jahja, di Jakarta, Rabu (27/3/2013).
Yang menjadi pertimbangan lainnya
adalah gejolak nilai tukar rupiah terhadap US dollar. Selain itu, kenaikan upah
minimum regional juga diperhatikan oleh BCA. Jahja berpandangan, kenaikan upah
ini seperti pisau yang bermata dua. Di sisi perusahaan, kenaikan upah meningkat
biaya sehingga menggerus marjin. Namun, di pihak karyawan, kenaikan upah
meningkatkan daya beli mereka.
Terkait itu, BCA melihat kondisi
kelas menengah-atas agak meningkat. Namun, pengamatan ini baru dilakukan satu
bulan. Perlu adanya pengamatan yang berkelanjutan. “Contoh lain, penjualan
nasional daripada mobile food. Cenderung yang middle-low class
turun, dan middle-up masih pesat. Jadi, ada suatu mix dari
industri. Itu makanya kita agak konservatif memprediksi bahwa kenaikan (kredit)
kita 18-20 persen (tahun 2013),” papar dia.
Proyeksi sebesar 18-20 persen pada
tahun ini lebih kecil ketimbang pencapaian tahun-tahun sebelumnya. Karena, pada
tahun 2011, kredit BCA bisa tumbuh sekitar 31 persen. Dan tahun lalu,
penyaluran kredit naik 27 persen.
“Namun memang kalau kondisi
perekonomian baik, tidak ada gejolak-gejolak, mungkin bisa lebih sedikit dari
angka 20 persen tersebut,” tandas Jahja. (EVA)
Sumber http://swa.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar